5 Berita Pilihan

Kekalahan Timnas Akibat Orang Tak Bertanggung Jawab 
JAKARTA, KOMPAS.com - Kekalahan tim nasional Indonesia 1-2 dari Arab Saudi, Sabtu (23/3/2013), bukan tanggung jawab Badan Tim Nasional (BTN). Kekalahan Garuda di ajang Pra Piala Asia 2015 dianggap akibat perilaku orang-orang tak bertanggung jawab.
Hal tersebut disampaikan Ketua BTN, Isran Noor, dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu (24/3/2013) sore.
"Sebagai ketua BTN, memang saya tidak menyampaikan ini sebelum pertandingan tadi malam. Nanti, saya dianggap tidak mendukung dan mengganggu pertandingan. Karena ini sudah terjadi dan timnas kalah, saya merencanakan pertanggungjawaban bahwa kekalahan timnas bukan kesalahan saya sebagai ketua BTN. Namun, perilaku orang-orang yang tidak bertanggung jawab," jelas Isran.
Orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang dimaksud Isran Noor adalah Wakil Ketua BTN, Harbiansyah. Isran menyebut, Harbiansyah merupakan aktor yang membuat pelatih Luis Manuel Blanco digantikan oleh Rahmad Darmawan.
"Yang pertama, kita sudah menyepakati pelatih Manuel Blanco dan diganti oleh orang yang menganggap dirinya sebagai Wakil Ketua BTN," tegasnya.
"Jadi pergantian Blanco dipaksakan ketika saya tidak ada di tempat. Pergantiannya menjelang waktu yang ditetapkan (saat PSSI mendaftarkan nama pelatih ke AFC)," sambungnya.
Isran menuding bahwa Harbiansyah sebetulnya bukanlah Wakil Ketua BTN. Pasalnya, dalam struktur BTN baru mencantumkan Ketua BTN.
"Wakil BTN itu belum ada. Adanya Ketua BTN. Struktur BTN akan dibuat dua pekan lagi. Saya berharap masyarakat dapat menganalisis," bebernya.
Sengketa pengelolaan tim nasional sepak bola ini terjadi sejak Wakil Ketua Badan Tim Nasional (BTN), Harbiansyah Hanafiah, mengganti Blanco dengan Rahmad Darmawan dan Jacksen F Tiago. Pergantian tersebut muncul akibat Blanco mencoret 14 pemain saat pelatnas digelar Jumat (15/3/2013).
Blanco sendiri membantah telah mencoret para pemain tersebut. Saat itu, Harbiansyah naik pitam ketika mengetahui ada beberapa pemain yang dicoret. Bahkan, Harbiansyah menyangsikan kualitas Blanco sebagai pelatih.
"Saya ragu Blanco itu pelatih atau bukan. Masa ada pemain yang baru menjalani pertandingan beberapa hari sebelumnya sudah digenjot latihan fisik. Saya akan pertimbangkan masa depan Blanco di timnas," ujar Harbiansyah waktu itu.

Cinta Ditolak, Dukun Bertindak

Cinta Ditolak, Dukun Bertindak
 VOLGOGRAD, KOMPAS.com - Lyudmila Osipova (41), guru di Rusia, berubah menjadi pemuja setan dan menyewa pembunuh untuk menyerang tunangan mantan muridnya. Dia nekat melakukan itu karena sang mantan murid menolak cintanya.
Osipova bertemu dengan muridnya ketika mengajar komputer beberapa tahun lalu. Dia lalu menghubungi muridnya lagi setelah berhenti menjadi guru pada tahun 2009. Sayangnya, sang murid yang berusia 20-an tahun menolaknya karena dia sudah memiliki kekasih dan hendak menikah.

Kekecewaan membuat Osipova menjadi pemuja setan, sampai-sampai dia meminum darah segar untuk mendapat bantuan dari dunia gelap. Upayanya ini juga gagal.



Dia lalu mencoba menyewa seorang pembunuh. Sialnya, pembunuh yang dia sewa adalah polisi yang menyamar. Osipova meminta polisi itu meracun tunangan muridnya agar dia dapat kembali menarik perhatian muridnya.

”Berikan racun kepadanya selama beberapa pekan sehingga dia ketagihan,” ujar Osipova kepada polisi itu.

Percakapan itu sempat difilmkan oleh kamera tersembunyi. Osipova akhirnya tertangkap tangan pekan lalu saat memberi imbalan sebesar 6.500 dollar AS atau sekitar Rp 63 juta kepada polisi yang menyamar. Dia antara lain dituduh merencanakan pembunuhan. Jika terbukti, mantan guru ini terancam hukuman 15 tahun penjara. (AP/UPI/joe)


Pemerintah Masih Berpolemik Usut Pasukan Siluman

Sumber : eramuslim.com

 Penyerangan terhadap Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, Yogyakarta, menambah daftar aksi teror yang dilakukan oleh sekelompok orang bersenjata.Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, Indonesia saat ini dalam bahaya teror pasukan siluman bersenjata api yang setiap saat bisa mencabut nyawa orang-orang tertentu.

“Jika dibiarkan, aksi pasukan siluman ini bukan mustahil suatu saat akan menyerang sendi-sendi kenegaraaan, termasuk menyerang kepentingan kepala negara,” kata Neta, melalui rilisnya kepada Okezone, Minggu (24/3/2013).
Dikatakannya, pasukan siluman bersenjata ini dalam kurun waktu satu tahun sudah melakukan tiga kasus penyerangan yang hingga kini tak kunjung terungkap.
“Penyerangan pertama terjadi di Jakarta, April 2012. Pasukan yang disebut-sebut sebagai Geng Motor Pita Kuning itu merusak 8 tempat di Jakut dan Jakpus, termasuk Polsek Tanjungpriok. Mereka juga membunuh dua orang dan belasan lainnya luka,” tuturnya.
Kedua, kata dia, terjadi pada 21 Februari 2013 lalu, yang menewaskan delapan anggota TNI dan 1 sipil di Papua, dan terakhir peristiwa penyerangan Lapas Cebongan yang menewaskan empat tahanan.
“Korbannya, pekerja swasta, polisi, dan 2 mahasiswa yg menjadi tersangka dalam kematian anggota Kopassus, Sertu Santoso (31). Pasukan siluman itu masuk ke dalam sel dan menembak mati keempat korban,” ujarnya.
Lebih lanjut, Neta menuturkan, penyerangan terhadap Lapas Cebongan belum berhasil diidentifikasi siapa pelakunya apakah kelompok preman atau teroris. Jika mereka preman atau teroris, sambung dia, apa kepentingan mereka menyerbu Lapas dan mengeksekusi tersangka pembunuh anggota Kopassus.
“Penyerangan pasukan siluman bersenjata ke Lapas ini merupakan sejarah terburuk dalam sistem keamanan di Indonesia. Meski pasukan siluman terus menebar teror, belum ada tanda-tanda bakal terungkap. Pemerintah SBY dan elit-elit keamanannya belum ada keseriusan dan masih saja berpolemik tapi siapa yang harus bertanggungjawab dalam kasus ini tak kunjung terungkap,” tambahnya. -Dz-Okezone-
 

Longsor di Cililin, Diduga 20 Orang Tertimbun

BPBD Jawa Barat masih memastikan kebenaran mengenai korban tertimbun.

Bencana tanah longsor (VIVAnews/Darmawan)

VIVAnews - Bencana tanah longsor melanda Desa Nagrog, Kecamatan Cililin, Bandung Barat, Jawa Barat. Akibat kejadian ini, puluhan rumah warga rusak dan tertimbun.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa  Barat, Sigit Ujuwalaprana, membenarkan kejadian bencana longsor yang terjadi pagi tadi.

"Persisnya saya belum tahu jam berapa. Ada informasi 20 orang tertimbun, tapi ini harus dikroscek kebenarannya. Saya masih dalam perjalanan menuju lokasi," katanya, Senin, 25 Maret 2013.

Berdasarkan informasi, bencana longsor ini terjadi sekitar pukul 08.00 WIB. Lokasi berjarak sekitar 80 km dari pusat kota Bandung.

"Kami masih berupa untuk tembus lokasi. Semoga dalam 3 jam kami sudah sampai," katanya.

Kawasan Cililin memang kerapa tejadi lonsor. Pada akhir Desember tahun lalu, tebing setinggi 25 meter di Kampung Karang Tanjung, longsor akibat diguyur hujan lebat. Akibat kejadian ini, fondasi delapan rumah di sekitar tebing, ikut tergerus. Delapan rumah itu terancam ambruk.

 International News :

Female circumcision not mutilation: Jakarta



Thrashing wildly, 5-year-old Reta wails as she is hoisted onto a bed during a circumcision ceremony in a school hall-turned-clinic on Indonesia’s island of Java. “No, no, no,” she cries, punching and kicking as her mother cups her tear-soaked face to soothe her.Growing pains: An Indonesian mother brings her toddler for circumcision in Bandung, West Japan Province.
Doctors cheer encouragingly. One of them gently swipes the girl’s genital area with antiseptic and then swiftly pricks the hood of her clitoris with a fresh sewing needle, drawing no blood. The ordeal is over in seconds.
Doctors say the procedure will have no effect on the girl, her sexual pleasure in later life or ability to bear a child.
“I’m happy. My daughter is now clean,” her mother Yuli, a 27-year-old seamstress who goes by one name, said at a mass circumcision of 120 girls at the Assalaam Foundation’s Islamic school in the city of Bandung.
She believes the ritual will nevertheless have an effect.
“Many girls are getting pregnant out of wedlock these days,” she noted. “Circumcision hopefully will prevent my daughter from becoming oversexed, and will make her less amorous when she grows up.”
Indonesia, home to the world’s biggest Muslim population, argues that this form of circumcision is largely symbolic, not harmful and should not be seen as mutilation.
The U.N. thinks otherwise. In December, it passed a resolution banning female genital mutilation, which extends to the form of circumcision practiced in Indonesia. Procedures such as pricking, piercing, incising, scraping, cauterization or burning that are carried out for nonmedical purposes are classed by the WHO as mutilation, along with practices that alter or remove any part of the genitals. The more extreme practices can lead to severe bleeding, urination problems and complications during childbirth, according to the WHO.
A ritual dating back thousands of years and typically seen in parts of Africa, Asia and the Middle East, its most brutal forms require stitching together the inner and outer labia, or excising all or part of the clitoris.
Indonesia says genital cutting does not take place and that it has worked to eradicate other more extreme circumcisions as it seeks compromise between conforming with international standards and placating cultural and religious traditions. It banned female circumcision in 2006 but backtracked in 2010, arguing many parents were still having their daughters circumcised, often by unskilled traditional doctors who often botched the procedure.
In response to the ban, the Indonesian Ulema Council (MUI), the country’s top Islamic clerical body, issued a fatwa in 2008 allowing the practice but did not make it compulsory.
While no official data is available to measure the extent of the practice in Indonesia, it is common among its 240 million people, according to aid agencies. A 2003 study by the Population Council found that 22 percent of 1,307 female circumcision cases were excisions, meaning part of the clitoris or labia was removed. Of the rest, 49 percent involved incisions while 28 percent were “symbolic.”
Jakarta issued a 2010 regulation allowing “scraping the clitoral hood, without injuring the clitoris” — a practice that is nevertheless defined by the WHO as mutilation — while criminalizing more severe procedures.
Islamic foundations such as the Assalaam Foundation in Bandung say they ditched scissor-snipping for pinpricks. “In the past, we had used one or two doctors and more traditional healers and they used scissors to snip a bit on the hood. We abandoned that method many years ago,” said the foundation’s coordinator, Eulis Sri Karyati.
Health Ministry official Budi Sampurno said Indonesia wants to replace scraping with swiping “with a cotton bud,” hoping the U.N. would not view this as mutilation. Jakarta has not indicated how it would enforce it.
Despite the U.N. resolution, the custom still has deep meaning for Indonesian Muslims and will likely remain, officials say.
Housewife Tita Lishaini Jamilah, 28, said Indonesia should not bow to the U.N.’s ban on the practice, insisting that the ritual was safe. “Why would any parent hurt her child? If any doctor were to mutilate my daughter, I’d be the first to protest,” she said.

Terjemahan Google Translate (HUBUNGI KAMI JIKA TAK SESUAI SYARIAH)
Penyunatan Perempuan Bukanlah Mutilasi

BANDUNG, INDONESIA - meronta-ronta liar, 5-tahun Reta meratap karena ia mengangkat ke tempat tidur selama upacara sunat di aula sekolah-berpaling-klinik di pulau di Indonesia dari Jawa. "Tidak, tidak, tidak," dia menangis, memukul dan menendang sebagai cangkir air mata ibunya-basah wajahnya menenangkannya.Dokter menghibur semangat. Salah satunya dengan lembut gesekan area genital gadis itu dengan menusuk antiseptik dan kemudian cepat kap clitorisnya dengan jarum jahit segar, menggambar tidak ada darah. Cobaan ini over dalam hitungan detik.Dokter mengatakan bahwa prosedur akan tidak berpengaruh pada gadis itu, kenikmatan seksual di kemudian hari atau kemampuan untuk memiliki anak."Saya senang. Putri saya sekarang bersih, "kata ibunya Yuli, penjahit 27 tahun yang pergi dengan satu nama, pada khitanan massal 120 anak perempuan di sekolah Islam Yayasan Assalaam di Kota Bandung.Dia percaya ritual tersebut tetap akan berpengaruh."Banyak gadis mendapatkan hamil di luar nikah hari ini," kata dia. "Sunat diharapkan akan mencegah putri saya dari menjadi keranjingan, dan akan membuat dia kurang mesra saat ia besar nanti."Indonesia, rumah bagi penduduk Muslim terbesar di dunia, menyatakan bahwa bentuk sunat sebagian besar simbolis, tidak berbahaya dan tidak harus dilihat sebagai mutilasi.The U.N. berpikir sebaliknya. Pada bulan Desember, itu mengeluarkan resolusi yang melarang mutilasi alat kelamin perempuan, yang meluas ke bentuk sunat dipraktekkan di Indonesia. Prosedur seperti menusuk, menusuk, menggores, menggores, kauterisasi atau pembakaran yang dilakukan untuk tujuan nonmedis diklasifikasikan oleh WHO sebagai mutilasi, bersama dengan praktek-praktek yang mengubah atau menghapus setiap bagian dari alat kelamin. Praktek-praktek yang lebih ekstrim dapat menyebabkan pendarahan parah, masalah buang air kecil dan komplikasi saat melahirkan, menurut WHO.Sebuah ritual sejak ribuan tahun dan biasanya terlihat di beberapa bagian Afrika, Asia dan Timur Tengah, bentuk yang paling brutal membutuhkan menjahit labia dalam dan luar, atau excising seluruh atau sebagian dari klitoris.Indonesia mengatakan genital cutting tidak terjadi dan yang telah bekerja untuk memberantas khitanan lebih ekstrim lainnya karena berusaha kompromi antara sesuai dengan standar internasional dan menenangkan tradisi budaya dan agama. Ini dilarang sunat perempuan pada tahun 2006, tetapi mundur pada tahun 2010, dengan alasan banyak orang tua yang masih memiliki anak perempuan mereka disunat, sering oleh dokter tradisional tidak terampil yang sering gagal prosedur.Dalam menanggapi larangan tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI), tubuh atas ulama negara Islam, mengeluarkan fatwa tahun 2008 yang memungkinkan praktek tetapi tidak mewajibkan.Meskipun tidak ada data resmi yang tersedia untuk mengukur sejauh mana praktek di Indonesia, adalah umum di antara 240 juta orang, menurut badan-badan bantuan. Sebuah studi 2003 oleh Population Council menemukan bahwa 22 persen dari 1.307 kasus sunat perempuan adalah excisions, yang berarti bagian dari klitoris atau labia telah dihapus. Sisanya, 49 persen melibatkan sayatan sementara 28 persen adalah "simbolik."Jakarta mengeluarkan peraturan 2010 yang memungkinkan "menggores klitoris, tanpa melukai klitoris" - sebuah praktek yang tetap didefinisikan oleh WHO sebagai mutilasi - sementara mengkriminalisasi prosedur yang lebih parah.Yayasan Islam seperti Yayasan Assalaam di Bandung mengatakan mereka membuang gunting-potongan untuk titik-titik. "Di masa lalu, kita telah menggunakan satu atau dua dokter dan penyembuh yang lebih tradisional dan mereka menggunakan gunting untuk memotong sedikit pada kap mesin. Kami meninggalkan metode yang bertahun-tahun lalu, "kata koordinator yayasan, Eulis Sri Karyati.Kesehatan Kementerian pejabat Budi Sampurno mengatakan Indonesia ingin mengganti Scraping dengan menggesekkan "dengan cotton bud," berharap PBB tidak akan melihat ini sebagai mutilasi. Jakarta belum mengindikasikan bagaimana itu akan menegakkannya.Meskipun resolusi PBB, adat masih memiliki makna mendalam bagi umat Islam Indonesia dan kemungkinan akan tetap, kata para pejabat.Ibu Rumah Tangga Tita Lishaini Jamilah, 28, mengatakan Indonesia tidak harus tunduk pada larangan PBB tentang praktek, bersikeras bahwa ritual itu aman. "Mengapa setiap orang tua menyakiti anaknya? Jika dokter manapun adalah untuk mencincang putri saya, saya akan menjadi orang pertama yang memprotes, "katanya.

TERIMA KASIH TELAH MENYIMAK BERITA KAMI


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik Lagu I Will Survive-Cake dalam Bahasa Indonesia